DENPASAR, BUSERJATIM.COM GROUP — Mantan anggota DPD RI Gede Pasek Suardika (GPS) akhirnya angkat bicara menanggapi pemberitaan di Koran Bali Express dan Radar Buleleng terkait persoalan internal keluarga besar Berdikari.
Dalam keterangannya dari Jakarta, GPS menyampaikan bahwa langkah hukum yang ia tempuh bukanlah bentuk konflik pribadi, melainkan upaya menyelamatkan aset warisan orang tua agar tidak disalahgunakan dan tetap sesuai amanat almarhumah ibunda.
“Wah ampura baru bisa nimbrung, maklum posisi masih di Jakarta. Kaget juga tiba-tiba masuk ke media. Masalah internal keluarga jadi konsumsi publik,” ujarnya membuka tanggapan dengan nada santai namun tegas.
- Jalur Hukum Sebagai Upaya Terakhir
Gede Pasek menjelaskan bahwa upaya hukum ditempuh setelah lebih dari enam tahun ia mencoba menyelesaikan persoalan secara baik-baik. Namun, berbagai pendekatan kekeluargaan selalu berakhir buntu karena adanya pengaruh pihak-pihak luar, termasuk keluarga pendamping kakaknya.
“Jalur pidana itu langkah terakhir, setelah gagal menyadarkan secara kekeluargaan. Selama ini saya berusaha damai, tapi karena bisikan orang-orang di sekitarnya, saudara saya justru menjauh dari keluarganya sendiri,” terang GPS.
- Akar Persoalan: Pelanggaran Amanat dan Putusan Hukum
Menurutnya, seluruh harta waris sudah jelas diatur dalam putusan Mahkamah Agung (MA) ketika ibunda masih hidup. Namun, setelah sang ibu wafat dan dirinya lebih banyak di Jakarta, justru muncul tindakan sepihak terhadap beberapa aset keluarga, termasuk sawah yang digadaikan tanpa izin senilai Rp500 juta.
“Pesan ibu jelas, sawah itu jangan dijual. Bahkan saya berniat membelinya agar amanat beliau terpenuhi. Tapi ternyata sudah digadai tanpa sepengetahuan saya, dan sekarang pemiliknya menolak menjual kembali. Saya sangat kecewa,” ungkap GPS.
- Semua Utang Keluarga Sudah Ia Lunasi
GPS menambahkan, seluruh hutang dan kewajiban warisan orang tuanya telah ia lunasi sendiri, tanpa kontribusi dari pihak lain, demi menjaga nama baik dan keselamatan spiritual keluarga.
“Saya lunasi semua utang orang tua agar Dewa Hyang tidak punya ikatan duniawi. Tapi bukannya bersyukur, justru dianggap tak berarti. Padahal, hak waris juga melekat dengan kewajiban waris,” ujarnya.
- Retaknya Hubungan Keluarga
Gede Pasek mengungkap bahwa akibat pengaruh negatif pihak luar, kini hubungan antar lima bersaudara menjadi renggang. Kakaknya bahkan disebut memusuhi keempat adiknya, termasuk dirinya, dan kerap menantang jalur hukum.
Situasi makin memanas setelah anak pungut kakaknya kini menjadi hakim, yang menurutnya justru memperkeruh suasana dengan menantang proses hukum di depan umum.
Padahal, lanjutnya, anak tersebut bisa masuk ke keluarga besar Berdikari berkat perjuangan adik-adiknya, terutama Nila Adnyani dan Ardani Yusa.
“Bukan malah bersyukur, tapi justru memanasi dan memusuhi orang yang dulu menolongnya saat lahir. Itulah yang paling saya sesalkan,” tegas GPS.
- Mediasi Gagal, Upaya Hukum Ditempuh
GPS menuturkan bahwa berbagai upaya mediasi oleh BPN dan kepolisian telah dilakukan, namun selalu berujung gagal. Bahkan, pertemuan yang sudah dijadwalkan di Buleleng sempat dibatalkan sepihak oleh pihak kakaknya.
“Putusan MA yang sudah inkracht saja diabaikan. Padahal dulu saya yang berjuang mempertahankan hak almarhum ibu di pengadilan,” katanya.
- Langkah Hukum Demi Menjaga Warisan dan Amanat
GPS menegaskan bahwa proses hukum yang kini berjalan adalah langkah penyelamatan aset keluarga dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi.
Ia juga menolak tudingan bahwa dirinya ingin menguasai warisan, melainkan justru ingin menjaga agar harta peninggalan orang tua tidak berpindah tangan secara tidak sah.
“Saya tidak mau meninggalkan warisan masalah kepada anak-anak saya kelak. Semua ini semata-mata demi menjaga amanat orang tua,” ujarnya mantap
- Seruan untuk Introspeksi
Menutup tanggapannya, GPS berharap agar kakaknya bisa tersadar dan menghentikan sikap memusuhi keluarga sendiri. Ia juga memperingatkan pihak-pihak luar agar tidak “cawe-cawe” dalam urusan keluarga mereka.
“Saya harap kakak bisa sadar bahwa yang dikuasai dan dinikmati itu adalah harta waris bersama. Istri dan kerabat istrinya tidak punya hak. Jangan sampai peran pihak luar terus memecah belah keluarga,” tegasnya.
Gede Pasek menegaskan, bukti dan proses hukum akan membuktikan siapa yang benar. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum dan berharap persoalan ini dapat diselesaikan dengan adil dan bermartabat.
“Bagi saya, menjaga amanat orang tua jauh lebih penting daripada mempertahankan ego. Harta bisa dicari, tapi kehormatan keluarga harus dijaga.” — Gede Pasek Suardika





















